Christian · 20/04/2018

Langkah-Langkah Menyajikan Khotbah Yang Enak Dan Mengenyangkan

Khotbah seumpama makanan sehat yang nutrisinya mampu memenuhi kebutuhan sehingga iman jemaat dapat bertumbuh dengan baik. Halim menyatakan, kerohanian jemaat hanya bisa di pupuk berdasarkan Firman Tuhan yang benar. Dalam hal ini, jemaat yang kurang dalam kerohaniannya, haruslah dididik secara mendalam apa arti dan peran Firman Tuhan dalam pertumbuhan imannya.

Firman Tuhan bisa diperoleh dari berbagai macam cara, yaitu: khotbah, PA (Pendalaman Alkitab), penginjilan, dan lain sebagainya. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam pertumbuhan iman jemaat adalah khotbah. Khotbah memegang peranan penting di dalam gereja. Jikalau khotbah memegang peranan penting dalam gereja, maka pengkhotbah harus belajar dan latihan berkhotbah. Pemahaman akan ilmu berkhotbah dapat diperoleh dari perkuliahan teologi dan seminar-seminar khusus tentang ilmu berkhotbah.

Adapun langkah-langkah menyajikan khotbah yang enak dan mengenyangkan adalah sebagai berikut:

A. Pendahuluan Khotbah

Menurut James Braga pendahuluan adalah proses dimana pengkhotbah berusaha mempersiapkan pikiran dan mendapat perhatian para pendengar terhadap berita yang hendak diwartakan. Pendahuluan biasanya berbentuk ringkasan dari pokok bahasan yang akan kita bawakan. Beritahukan pada pendengar secara singkat tentang bagian-bagian mana yang akan kita sampaikan secara mendalam. Kita juga dapat menjelaskan bagaimana kita akan mengembangkan pokok khotbah itu. Hal ini dapat merangsang keinginan mereka untuk mendengar pesan-pesan selanjutnya. Jadi fungsi pendahuluan adalah untuk menuntun pendengar menuju khotbah itu.

  1. Menarik Perhatian Pendengar

Untuk kalimat awal pendahuluan khotbah harus disusun sedemikian rupa sehingga menarik perhatian. Untuk menarik perhatian pendengar, salah satu dari hal-hal berikut ini dapat dipakai dalam pendahuluan: sebuah lukisan yang luar biasa, sebuah kata kiasan yang hidup, sebuah pertanyaan yang mengejutkan, statistik, dan kenyataan-kenyataan. Robinson mengatakan bahwa pendahuluan yang efektif menimbulkan keperluan dalam diri pendengar sehingga pendengar yang mula-mula enggan memperhatikan, menjadi mau memperhatikan bukan saja karena mereka harus mendengar, melainkan juga karena mereka ingin mendengar.

Pendahuluan yang baik itu singkat, sedapat mungkin tidak lebih setengah dari keseluruhan khotbah. Menurut Hamilton pendahuluan hendaknya tidak melebihi 10% sampai 15% keseluruhan waktu penyajian khotbah. Kadang-kadang memang harus ada pendahuluan yang harus lebih pendek atau lebih panjang dari ketentuan itu. Ukuran itu hanya sebagai patokan. Pendahuluan yang terlalu panjang melemahkan semangat pendegar karena dengan pendahuluan yang panjang, pendengar akan menduga bahwa khotbah itu pun akan panjang.

  1. Membangun Hubungan yang Harmonis dengan Pendengar

Harus ada hubungan yang harmonis antara pengkhotbah dengan pendengar. Andreas B. Subagyo mengatakan pendahuluan yang mendatangkan permusuhan atau kemarahan pendengar atas pengkhotbah akan menggagalkan tujuan khotbah. Pendahuluan hendaknya mewujudkan empati di antara pengkhotbah dengan pendengar. Pengkhotbah harus ingat bahwa ia berbicara kepada sahabat-sahabatnya sehingga jika khotbah berisi teguran sekalipun, teguran itu hendaknya tidak disampaikan dalam pendahuluan. Pengkhotbah harus menghindari kata-kata teguran, kata-kata yang pedas, dan kata-kata yang menyatakan sikap bahwa pengkhotbah merasa dirinya paling suci.

Pendahuluan yang baik adalah pantas, yaitu berupa hal-hal yang patut bagi pengkhotbah. Pada umumnya, permintaan maaf akan tampang, kesehatan, persiapan, pokok khotbah, dan lain-lain tidak pantas dipakai dalam pendahuluan. Menurut Robinson khotbah yang mengharapkan simpati dan belas kasihan demikian tidak akan dapat meyakinkan pendengar. Sambutan yang berlebihan pada umumnya juga tidak patut dipakai dalam pendahuluan karena dapat menjadi kebiasaan yang membosankan, disamping tidak berhubungan dengan bagian utama khotbah. Demikian pula hal-hal yang tidak memajukan hormat pendengar kepada firman Allah dan khotbah.

  1. Meyakinkan Pendengar

Pendahuluan harus meyakinkan dan memikat perhatian pendengar, bagaimana pentingnya topik yang hendak dibawakan. Pengkhotbah tidak boleh membuka pendahuluan dengan perkataan minta maaf. Pengkhotbah tidak boleh mengatakan “sayang sekali saya tidak mempunyai cukup waktu untuk mempersiapkan khotbah saya, dan saya kuatir bahwa khotbah saya bukanlah khotbah yang baik!”.

Jika demikian keadaannya, pendengar dengan cepat akan merasa malang dan menyayangkan kehadirannya. Oleh karena itu mereka tidak perlu diberitahu dan permintaan maaf semacam itu hanya akan mengurangi rasa percaya diri mengenai kemampuan anda sendiri, dan hal itu jelas akan mengurangi kepercayaan pendengar terhadap anda. Pendahuluan khotbah yang baik adalah dengan kepastian. Pengkhotbah hendaknya memulai khotbah tanpa ragu-ragu dan tidak bertele-tele. Persiapan pendahuluan yang cermat akan membantu pengkhotbah memulai khotbah itu dengan pasti dan berani.

B. Isi Khotbah

Isi khotbah tidak lain dari Alkitab yang telah ditafsir oleh pengkhotbah, dan siap untuk diberitakan kepada jemaat. Berkhotbah adalah menyampaikan firman Allah yang telah digumuli pengkhotbah. Perlu dihindari bahaya yang biasa disebut “spring board sermon”, yaitu khotbah papan loncatan: lepas dari teks lalu mengembangkan pikirannya sendiri. Boleh jadi dia pandai, namun tidak menyampaikan firman Tuhan. Isi khotbah dapat dipoles dengan memberikan ilustrasi-ilustrasi, baik yang berupa gambar maupun cerita. Dengan demikian akan semakin membantu jemaat untuk memahami isi dari khotbah tersebut.

  1. Menafsir Teks Alkitab

Tidak mudah menguasai penafsiran Alkitbab. Walaupun sulit, pengkhotbah tetap harus menguasai prinsip dan metode penafsiran. Sebab tidak mungkin seorang menjadi pengkhotbah yang benar-benar memberitakan ajaran Alkitab tanpa terlebih dahulu menjadi penafsir yang baik. Penafsiran adalah unsur penting dalam khotbah. Karena mempunyai penafsiran yang tepat, pengkhotbah baru dapat menyampaikan isi khotbah dengan tepat. Penafsiran yang mendalam lebih mungkin menghasilkan khotbah yang mengungkapkan kekayaan Firman Allah.

Membaca suatu bagian Alkitab sebelum khotbah disampaikan tidak menjamin apa-apa, sebaliknya tidak membaca sebagian Alkitab sebelum khotbah diberikan juga tidak berarti khotbah itu tidak alkitabiah. Yang penting adalah isi Alkitab sudah dijelaskan dalam khotbah, atau ada penyampaian pesan yang berasal dari Alkitab. Hal ini ditegaskan oleh John Knox ketika ia berkata” Mungkin saja seseorang mengkhotbahkan sebuah khotbah yang tidak alkitabiah berdasarkan suatu bagian dari Alkitab, juga mungkin seseorang mengkhotbahkan suatu khotbah yang alkitabiah namun sama sekali tidak berdasarkan suatu bagian Alkitab.”

Tidak ada orang yang menyangkal bahwa teologi itu penting. Teologi menolong pengkhotbah mencocokkan kembali hasil tafsirannya. Tetapi ini juga dapat mempengaruhi pengkhotbah sedemikian rupa sehingga dia tidak dapat membaca makna sesungguhnya dari suatu bagian Alkitab. Itu sebabnya Robinson berpendapat bahwa pengkhotbah seharusnya datang kepada Alkitab seperti seorang anak yang lugu. Ia datang bukan untuk berdebat atau untuk membuat naskah khotbah. Ia datang untuk membaca agar mengerti, ia berusaha mengerti agar ia dapat mengalami apa yang dimengertinya. Namun ia juga harus datang sebagai seorang yang dewasa, karena Alkitab memang bukan sebuah kitab yang mudah dimengerti.

  1. Penggambaran Maksud Khotbah (Ilustrasi Khotbah)

Para ahli homiletik menggambarkan peranan ilustrasi seperti peranan jendela bagi sebuah rumah. Melalui jendela tersebut seseorang bisa melihat isi rumah. Begitu juga dengan ilustrasi. Melalui ilustrasi pengkotbah bisa memberikan penerangan terhadap apa yang ia sampaikan. Penggunaan ilustrasi sendiri sebenarnya bukanlah penemuan yang baru. Allah berkali-kali menyatakan diri-Nya melalui berbagai ilustrasi, misalnya tipologi, simbol, metafora, dan lain-lain. Yesus juga menggunakan berbagai perumpamaan, metafora dan analogi untuk memperjelas berita-Nya. Tradisi ini terus dipegang oleh bapa-bapa gereja sampai pengkotbah modern. Ilustrasi memiliki peranan yang cukup besar bagi keberhasilan sebuah kotbah.

Berikut ini adalah beberapa fungsi utama penggunaan ilustrasi dalam kotbah:

  • Ilustrasi berfungsi untuk memperjelas khotbah. John Killinger mengatakan bahwa pendengar tidak selalu bisa mengikuti pemikiran-pemikiran pengkhotbah seperti membaca sebuah surat akabar atau novel. Tidak semua jemaat memiliki tingkat kemampuan pemahaman yang sama. Dengan menggunakan ilustrasi, pengkotbah bisa mengajarkan sesuatu dengan cara yang sederhana. Pendeknya, kesederhanaan dalam ilustrasi mampu mencakup seluruh segmen jemaat.
  • Ilustrasi berfungsi untuk memberikan ‘istirahat’ pada pikiran jemaat. Tidak semua jemaat bisa berpikir keras dalam jangka waktu yang lama. Sebagian dari mereka juga tidak terbiasa dengan pola penalaran yang rumit. Kesederhanaan dalam ilustrasi berguna untuk “mengistirahatkan” pikiran sejenak, sehingga jemaat bisa berkonsentrasi lagi pada bagian lain yang membutuhkan konsentrasi tinggi, misalnya penyelidikan teks yang cukup rumit.
  • Ilustrasi berfungsi untuk membuat kebenaran menjadi menarik dan berkesan. D.W. Lee mengatakan jika ilustrasi tidak menarik, ilustrasi itu tidak berharga. Betapa pun variatifnya segmen jemaat, mereka tetap memiliki kecenderungan yang sama, yaitu sama-sama menyukai cerita (non fiksi dan fiksi), tokoh terkenal dan data. Dengan menggunakan ilustrasi, pengkotbah mampu menarik perhatian jemaat. Cerita non fiksi, baik pengalaman pribadi pengkotbah maupun tokoh terkenal, seringkali mampu mendaratkan kebenaran dengan cara yang berkesan.
  • Ilustrasi berfungsi untuk membuat kotbah lebih lama diingat. Tidak dapat disangkal, mayoritas jemaat mengalami kesulitan dalam mengingat penyelidikan teks yang rumit. Mereka biasanya hanya mengingat ide besar, bagian utama dan ilustrasi yang menjelaskan dua hal tersebut. Kita mengingat kisah-kisah dan pernyataan-pernyataan yang bersifat ilustratif sehingga khotabah akan lebih mudah diingat daripada khotbah yang hanya sekedar rumusan.
  • Ilustrasi berfungsi untuk mengulang kebenaran yang sama dengan cara yang berbeda. Berita yang agak rumit biasanya membutuhkan pengulangan. Pengkotbah bisa menjelaskan ulang hal yang sama dengan cara yang sama, tetapi hal ini seringkali menyebabkan kejenuhan bagi sebagian jemaat, terutama mereka yang memiliki tingkat pemahaman yang cukup baik. Penggunaan ilustrasi memampukan pengkotbah untuk menjelaskan ulang inti suatu berita tetapi dengan cara yang berbeda.
  • Signifikansi ilustrasi seperti dijelaskan di atas menuntut pengkotbah untuk berhati-hati dalam menggunakannya.

Untuk menghindari kesalahan yang mungkin terjadi, pengkotbah perlu memperhatikan beberapa pedoman berikut ini:

  • Poin analogi harus tunggal dan jelas. Sebuah cerita bisa diinterpretasikan dan dipahami dalam banyak cara. Apa yang jelas bagi penyampai ilustrasi belum tentu jelas bagi yang mendengarkan. Pengkotbah perlu memilih ilustrasi yang memiliki inti tunggal dan jelas. Dalam beberapa kasus pengkotbah perlu menjelaskan pelajaran yang ingin dipetik dari ilustrasi tersebut, sehingga jemaat tidak perlu menduga-duga apa inti ilustrasi tersebut. Dengan kata lain, ilustrasi harus mudah dipahami.
  • Penyampaian tidak perlu terlalu detil. Kesalahan umum yang sering ditemui dalam penyampaian ilustrasi adalah pengkotbah terlalu detil dalam bercerita. Pengkotbah seharusnya mampu memilih bagian mana yang langsung berkaitan (relevan) dengan inti ilustrasi yang ingin disampaikan. Detil yang tidak mendukung inti harus diabaikan. Penyampaian detil yang tidak relevan justru akan membuat jemaat kesulitan menangkap poin analogi yang ingin disampaikan. Selain itu, hal tersebut akan menyita waktu kotbah yang seharusnya bisa dialokasikan untuk bagian lain yang lebih penting.
  • Relevan dengan situasi pendengar. Terkait dengan poin sebelumnya, pengkotbah juga perlu menyeleksi ilustrasi yang dipakai supaya benar-benar relevan dengan pendengar. Detil-detil yang tidak relevan sebaiknya diabaikan. Contoh: pada saat berkotbah kepada jemaat di pedesaan, pengkotbah tidak perlu menyampaikan bahwa suatu cerita terjadi di negara tertentu, apalagi jika penjelasan tersebut tidak mendukung poin analogi (inti) ilustrasi.
  • Tidak boleh terlalu banyak digunakan. Tidak setiap poin khotbah memerlukan ilustrasi. Bagian-bagian yang sudah jelas tidak perlu ditambah dengan ilustrasi, kecuali ilustrasi dari kisah nyata yang berfungsi untuk mendaratkan berita.
  • Harus jujur dan terbuka terhadap historisitas cerita. Pengkotbah sebisa mungkin menginformasikan apakah yang dia sampaikan adalah sebuah kisah fiksi atau non-fiksi. Dalam kasus ilustrasi dari kisah non-fiksi, pengkotbah tidak diperbolehkan membumbui cerita yang ada. Bahkan untuk bagian yang agak bias, pengkotbah perlu menginformasikan kebiasan yang ada.
  • Ilustrasi tidak bisa dijadikan dasar kotbah. Jika ilustrasi terlalu panjang, khotbahnya akan berpusat pada ilustrasi. Ilustrasi hanyalah untuk menggambarkan kebenaran firman Tuhan sehingga pendegar mudah mengerti tujuan khotbah tersebut.
  • Ilustrasi bukanlah argumentasi. Sebuah ilustrasi tidak membuktikan apakah pernyataan yang dijelaskan tersebut benar atau tidak. Pengalaman pribadi seseorang, betapa pun itu benar dan berkesan, tidak bisa dipakai untuk membuktikan suatu berita. Kebenaran suatu berita terletak pada kesetiaan berita tersebut terhadap penyataan Allah di Alkitab.

C. Aplikasi Khotbah

Banyak hal yang dapat dipakai pengkhotbah untuk membuat aplikasi khotbah, yaitu:

  1. Menegaskan hubungan pikiran-pikiran dalam khotbah dengan pendengar
  2. Menunjukkan keperluan pendengar menanggapi pikiran-pikiran itu termasuk menjelaskan hasil tanggapan pendengar.
  3. Menunjukkan cara pendengar bisa menanggapi pikiran-pikiran itu, termasuk tempat dan bidangnya jika tanggapan itu berupa tindakan atau pelayanan, undangan untuk menyatakan keputusan di muka umum.

Penerapan dengan cara-cara di atas hendaknya dibuat dengan mematuhi ketentuan-ketentuan yang akan membantu keberhasilan khotbah tersebut:

  1. Hendaknya dipastikan sasaran penerapan, yaitu kepada siapa penerapan itu dikenakan.
  2. Hendaknya digunakan kata ganti “Saudara” atau “Anda”, dan jika tepat dan perlu melibatkan pelayan firman hendaknya dipakai kata ganti “kita”. Jika penerapan ada kemungkinan menyinggung perasaan, hendaknya digunakan dengan kata ganti yang tidak langsung, seperti orang, laki-laki, wanita, seorang kristen, anggota gereja, manusia, dan sebagainya.
  3. Pengkhotbah harus berwatak yang dihargai pendengar, berpengetahuan yang luas tentang pendengar, berkepribadian dan menaruh perhatian terhadap pendengar, bersedia menyatakan perasaan yang hangat terhadap pendegar.
  4. Menggunakan penjelasan dan pembuktian sebaik-baiknya sebagai dasar penerapan serta menyusun penerapan itu dengan jelas, menarik dan kuat.
  5. Secara benar memakai perasaan, keinginan, dan aspirasi pendengar, seperti keinginan akan persetujuan, kebahagiaan, pengakuan, keberhasilan, kesinambungan hidup, dan melayani orang lain. Keinginan untuk menghindari masalah, hukuman, penolakan, dan kegagalan.
  6. serta bersandar pada bantuan ilahi melalui Roh kudus.

D. Kesimpulan Khotbah

Kesimpulan merupakan bagian dari Penutupan khotbah. Kesimpulan adalah intisari dari keseluruhan isi khotbah, yang dibuat dalam sebuah kalimat maupun paragraf. Diadalam kesimpulan lah akan tampak klimaks dari sebuah khotbah. Dalam kesimpulan jugalah tampak apa yang menjadi tujuan khotbah. Kesimpulan erat hubungannya dengan isi dan arah pekabaran khotbah yang akan memberikan dorongan kepada pendengar serta menggerakkan mereka dalam sikap hidupnya. Ringkasan atau kesimpulan khotbah dapat juga dilakukan dalam doa. Doa sesudah khotbah dapat menjadi sarana yang baik untuk membuat ringkasan atau kesimpulan.

  1. Jelas dan Cocok dengan Isi Khotbah

Ada kesimpulan yang tidak berkaitan dengan alur khotbah yang dikembangkan dari awal sampai akhir. Tetapi pengkhotbah harus menyampaikan dengan singkat dan jelas karena ini adalah kesimpulan yang harus diingat baik-baik pada bagian yang terakhir. Menurut Andreas B. Subagyo kesimpulan itu hendaknya cocok atau sesuai dengan bagian utama pelayanan firman, bukan merupakan sebuah pikiran yang baru. Kesimpulan yang berupa ‘tambahan catatan’ adalah salah satu kesalahan yang perlu dihindari oleh pengkhotbah. Oleh karena isi khotbah telah terangkum dalam intisari yang dinyatakan dalam judul, maka semestinya kesimpulannya juga sesuai dengan kedua unsur itu. Memperkenalkan pokok pikiran baru yang tidak dibahas dalam bagian utama berarti membelokkan perhatian pendengar dari intisari dan pokok-pokok pikiran yang tercakup dalam bagian utama khotbah.

  1. Positif

Kesimpulan hendaknya positif, yaitu berupa ajakan dan dorongan bukan berupa ancaman dan peringatan. Itu sebabnya pengkhotbah perlu mengenal apa yang dikehendaki Allah untuk dilakukan pendengar. Tidak ada hal yang tidak baik selain kesimpulan yang membawa pernyataan negatif. Kesimpulan harus mempunyai pengharapan positif dan dinyatakan sebagai pengharapan yang optimis. Untuk membuat khotbah yang dramatis, di dalam pengembangan pendahuluan atau garis besar, faktor negatif dapat masuk ke dalamnya. Tetapi hanya kesimpulan saja yang harus positif dan dapat menyatakan pengharapan yang optimis.

  1. Memberi Tantangan dalam Membawa Perubahan Hidup

John Killinger mengatakan kesimpulan sebuah khotbah adalah saat terakhir yang dimiliki pengkhotbah dengan jemaat, kesempatan terakhir untuk membawa ke rumah suatu kebenaran abadi untuk mengangkat sejumlah gagasan luhur untuk melibatkan kehendak mereka dalam melaksanakan suatu tugas suci. Sebuah akhir haruslah sungguh-sungguh menyimpulkan khotbah, harus menariknya ke sebuah penutup yang tepat sehingga orang mengetahui secara psikologis dan estetis ia telah berakhir. Banyak khotbah meninggalkan kesan seperti “delta Missisipi” seperti kata Henry Slooane Coffin, mereka tercerai berai daripada masuk menjadi sebuah tujuan yang jelas.

Daftar Pustaka

Billy Graham, Berkat-berkat dari Mimbar Kristen (Semarang: Seminari Theologia Baptis Indonesia, 1969)

Donald Hamilton, Homiletical Handbook (Nashville: Broadman Press, 1992)

Donald Macleod, Here is My Method: The Art of Sermon Construction (Westwood: Fleming H. Revell Co., 1952)

E.P.Gintings, Khotbah dan Pengkhotbahnya (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009)

Earl V. Comfort. Is the Pulpit a Factor in Church Growth (Bibliotheca sacra, 1983)

Haddon W. Robinson, Biblical Preaching: The Development and Delivery of Expository Messages

Haddon W. Robinson, Making a Diffrence in Preaching (Grand Rapids, Michigan: Baker Book House, 2001)

James Braga, Cara Mempersiapkan Khotbah (Malang: Penerbit Gandum Mas, 2003)

Jay E. Adams, Preaching With Purpose (Malang: Penerbit Gandum Mas,2004)

John Killinger, Dasar-dasar Khotbah (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011)

Makmur Halim. Gereja Di Tengah-Tengah Perubahan Dunia (Malang: Gandum Mas, 2001)

Michael Dudit, Handbook of Contemporary Preaching (Nashville, Tennessee: Broadman Press, 1992)